Menyikapi kasus tawuran antar pendekar yang terjadi beberapa waktu yang lalu dan memang kerap terjadi, ijinkan saya untuk mengutip pendapat seorang seniman beladiri. Dengan sedikit bermaksud untuk mencontek AA Gym, saya akan coba menguraikan 7 (tujuh) hal yg menurut saya merupakan “Penyakit Hati” para seniman bela diri.
Tujuh Penyakit hati tersebut adalah: 1) Merasa alirannya paling hebat, 2) Tidak mau berpikiran terbuka, 3) Mengandalkan mitos atau kesaktian pendahulu, 4) Berusaha lari dari kenyataan, 5) Menjadikan teknik-teknik curang sebagai solusi sapu jagat, 6) Berusaha keras untuk terlihat bijak, dan 7) Menjadikan seni beladiri sebagai agama
Uraiannya adalah sebagai berikut:
1. Merasa alirannya paling hebat
Entah kenapa, penyakit hati yg satu ini merupakan penyakit yg paling banyak diidap oleh para seniman beladiri. Tidak pandang bulu, penyakit ini bisa menyerang mulai dari pemula hingga guru besar suatu seni beladiri. Para pemula mungkin lebih terbuka menyatakannya (omong besar, menjelekkan aliran lain dll), sementara para guru besarnya menanamkan kesombongannya dalam hati atau menunjukannya secara tidak langsung.
2. Tidak mau berpikiran terbuka
Berkaitan dengan penyakit yg pertama, penyakit yg kedua ialah tidak mau berpikiran terbuka. Karena merasa alirannya paling hebat, paling lengkap, dan paling bisa diandalkan, banyak orang yg untuk melirik konsep beladiri lain pun enggan. Kalaupun mempelajari konsep beladiri lain, biasanya selalu diakhiri dengan menjelek-jelekannya. Seniman beladiri yg terkena penyakit ini tidak akan pernah mau mempelajari seni beladiri lain, ataupun mengakui keunggulan seni beladiri lain.
3. Mengandalkan mitos atau kesaktian pendahulu.
Penyakit ini biasanya muncul ketika sang seniman beladiri diminta untuk menunjukan kemampuannya. Alih-alih menunjukan kemampuannya, ia malah berapi-api mendongengkan mitos atau kebisaan para pendahulu perguruannya, guru besarnya, leluhurnya, kakek guru dll.
“Saya sih mau aja naik ring MMA, tapi kalau saya pakai pukulan tenaga dalam saya, saya khawatir kepala lawan saya bisa pecah berantakan.”
“Saya sih belum bisa terbang, tapi guru besar perguruan saya konon katanya biasa berterbangan bersama burung-burung di hutan. Menurut kakek guru, saya perlu 30 tahun lagi latihan jurus burung ini agar bisa terbang seperti guru saya itu”.
4. Berusaha lari dari kenyataan
Ada 2 kenyataan yg berusaha keras dihindari oleh orang yg terkena penyakit ini: 1) Cross-Training, 2)Sport.
Penyakit yg satu ini menghambat otak untuk bisa menerima kenyataan bahwa dalam pertarungan tangan kosong paling tidak ada 4 jarak yg harus dikuasai: jarak tendang, jarak pukul, clinch, dan ground fighting. Adalah sebuah kenyataaan bahwa satu beladiri lebih kuat dalam satu jarak pertarungan dibanding beladiri lain. Nah, untuk bisa menguasai 4 jarak tsb, tentunya orang harus besar hati untuk melakukan cross-training. Namun demikian, orang yg terinfeksi penyakit ini akan setengah mati berusaha berargumentasi bahwa cross-training tidak perlu dan bahwa beladiri-nya sudah lengkap dan paling hebat.
Kalau sudah tertular penyakit yg satu ini, unsur sport akan membuat sang seniman beladiri demam panas dingin dan sulit tidur. Seniman beladiri yg terinfeksi penyakit ini akan lebih senang kalau kemampuannya tidak terukur dan tetap menjadi mitos. Metode latihan yg sportif seperti sparring, performance games dll menjadi suatu momok yg menakutan buat mereka. Biasanya mereka akan membuat alasan bahwa mereka latihan untuk pertarungan di jalan, sehingga teknik mematikan mereka tidak bisa sembarang dilatih.
5. Menjadikan teknik-teknik curang sebagai solusi sapu jagat
Roy Harris pernah bercerita bahwa betisnya pernah digigit dalam sebuah sparring ketika melakukan kuncian armbar. Yang dilakukan Roy Harris adalah sit-up, dan meremas kemaluan dari si lawan. Otomatis yg bersangkutan menjerit dan melepas gigitannya, dan kuncian pun dilanjutkan.
Menggigit, mecolok mata, atau menendang kemaluan merupakan suatu solusi sapu jagat bagi seniman beladiri yg terinfeksi penyakit ini. Untuk menghindari kenyataan, orang yg terinfeksi biasanya berdalih bahwa mereka bisa melakukan teknik-teknik curang untuk bisa mengalahkan orang lain, sehingga mereka tidak perlu berlatih keras secara sportif untuk menguasai berbagai jarak pertarungan Tidak pernah terlintas dalam pikiran mereka bahwa seorang fighter yg terlatih bisa juga melakukan teknik-teknik curang tsb, bahkan lebih besar peluangnya karena mereka terlatih untuk bertarung under-pressure.
6. Berusaha keras untuk terlihat bijak
Terlihat bijak merupakan satu hal yg sama sekali jauh berbeda dengan bertindak bijak. Jelas film-film Kungfu punya andil besar dalam hal menyebarnya penyakit hati “berusaha keras untuk terlihat bijak” ini. Seorang ahli beladiri haruslah misterius, tidak pernah memberi penjelasan yg tuntas, penuh tanda-tanda tersembunyi dll.
Dalam sebuah forum diskusi beladiri di internet, saya menemukan sebuah diskusi yg terkait dengan penyakit ini.
Pertanyaan: Saya selalu dikerjain oleh kawan-kawan saya. Seringkali mereka sudah kelewat batas. Saya ingin bisa berdiri menghadapi mereka. Saya sudah belajar beladiri X selama 3 tahun dan saya belum bisa apa-apa. Terakhir saya mencoba teknik beladiri yg saya pelajari saya malah dipukuli lebih parah.
Jawaban: Saya adalah seorang ahli beladiri X. Kamu baru belajar 3 tahun, kamu belum tahu apa-apa. Pelajari terus dan pahami, nanti kamu juga akan mendapatkan inti dari beladiri itu.
Nah, kesampingkan dulu bahwa permasalahan di atas lebih kompleks dari kelihatannya (harus lapor guru sekolah, atau bahkan polisi dll). Coba lihat perilaku orang yg menjawab. Ia mencoba menjawab secara singkat, padat, misterius dan mencoba bermakna. Ia berusaha terlihat bijak seperti guru besar kungfu di film-film. He’s Infected!!!
HE WHO SPEAK DOES NOT KNOW
HE WHO KNOW DOES NOT SPEAK
Petuah itu seakan ditaati sepenuh hati oleh para ahli seni beladiri. Semakin sedikit berbagi ilmu, semakin sedikit menjelaskan, semakin misterius, maka semakin menggambarkan ketinggian ilmu yg bersangkutan.
Tentunya jangan disamakan tindakan berusaha terlihat bijak dengan ilmu padi. Ilmu padi menekankan untuk bertindak bijak dengan rendah hati, bukan terlihat bijak dengan menutupi informasi.
Petuah di atas sebenarnya ditulis oleh Lao Tze dalam kitab Tao Teh Cing. Ajaibnya, sang penulis petuah sendiri gemar berbicara dan menulis buku berisi lebih dari 5000 kata tentang ajaran-ajarannya. Lao Tze telah bertindak bijak, ia membagi ilmunya, menjelaskan, dan memberikan arahan yg jelas dalam filsafat-nya.
Bertindaklah bijak, jangan berusaha terlihat bijak
7. Menjadikan seni beladiri sebagai agama
Ini termasuk penyakit yg paling akut. Orang yg terkena penyakit ini akan membela aliran beladirinya mati-matian. Seniman beladiri yg terinfeksi penyakit ini mengecam keras orang-orang yg melakukan cross-training seolah-olah orang itu layak masuk neraka karena berpindah-pindah agama.
Beladiri adalah science dan karenanya ia terus menerus harus dikoreksi dan diperbaharui.
No comments:
Post a Comment